Bekasi – Rajawalinews.online
Surat Keputusan (SK) Bupati Bekasi. Nomor 500/Kep-332-admrek/2020 tanggal 14 Agustus 2020 tentang penugasan kembali Usep Rahman Salim sebagai Direktur Utama PDAM Tirta Bhagasasi, masa jabatan periode 2020 – 2024 ternyata meninggal “tinta merah”. Akibatnya, gesekan di jajaran direksi dan personalia PDAM itu mulai dirasakan. Bahkan pihak Pemerintah Kota Bekasi siap menempuh jalur hukum melalui PTUN.
“Ya, gesekan itu sangat dirasakan oleh jajaran direksi dan karyawannya. Bahkan dampak dari itu, Pemkot Bekasi siap menempuh jalur hukum melalui PTUN” kata dewan pendiri LSM Jeko yang sering dipanggil Bob.
Menurutnya, gesekan itu berawal dari kebijakan Usep Rahman Salim dalam menempatkan komposisi di “kabinet” nya. Coba perhatikan, adiknya dijadikan salah satu Kepala Cabang. Bahkan garis keponakan dan menantu nya pun berada ditempat yang strategis. Anehnya lagi, hutang PDAM itu terus membengkak, mencapai Rp 70 miliar lebih yang tercatat per tahun 2020.
Dewan Pendiri LSM Jeko itu juga menegaskan, terkait dikeluarkan dan ditetapkannya SK Bupati Bekasi Nomor 500/Kep-332-admrek/2020 tanggal 14 Agustus 2020 merupakan bentuk suatu “permainan” dan ambisi oknum tertentu. Karenanya tak heran jika Pemkot Bekasi melakukan protes melalui surat ke Gubernur Jawa Barat (Jabar).
“Jika mencermati isi surat Walikota Bekasi yang ditujukan ke Gubernur Jabar dan tembusannya disampaikan ke Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. BPKP Perwakilan Jabar. Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Jabar. DPRD dan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi itu, intinya Pemkab Bekasi melanggar aturan dan perjanjian karena mengangkat Dirut PDAM secara sepihak” tutur Bob.
Dalam aturannya. Kata Bob. Pengangkatan, pemberhentian Komisaris dan Direksi PDAM (BUMD) harus berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 37 tahun 2018. “Coba lihat dan perhatikan Pasal 4 Ayat 1 dan 2 serta Pasal 34 Ayat 1, 2, 3, 4 dan 5” tuturnya.
Menurut Bob. Dalam Pasal 4 itu dikatakan bahwa jabatan direksi itu dilakukan melalui pemilihan dan seleksi. Pertanyaannya, penugasan kembali Usep Rahman Salim sebagai Dirut PDAM Tirta Bhagasasi oleh Bupati Bekasi itu melanggar Permendagri. Karena tidak melalui tahapan pemilihan dan seleksi.
Bahkan kata Dewan Pendiri LSM Jeko, pelanggaran itu juga dipertegas dalam PASAL 34 yang bunyinya, apabila ada kekosongan jabatan, maka Kepala Daerah segera melaporkan untuk mengisi jabatan itu kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Bina Keuangan Daerah paling lama 15 hari kerja sejak kekosongan jabatan itu terjadi.
Artinya, kata Bob. Jika berpedoman kepada Permendagri. SK Bupati Bekasi itu menambrak aturan diatasnya dan jabatan Dirut PDAM itu juga cacat dan batal demi hukum.
Bahkan Bob juga membeberkan. Selain pelanggaran tersebut diatas. Ada juga pelanggaran yang terjadi dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemkab Bekasi Nomor 503/08.11/PDAM/2002 dengan Pemkot Bekasi Nomor 690/381-HOR/XII/2002 TENTANG Kepemilikan dan Pengelolaan PDAM yang ditanda tangani Bupati dan Walikota, tanggal 23 Desember 2002.
Dimana kata Bob. Walaupun, PKS itu sudah diakhiri oleh kedua belah pihak pada tahun 2015 dan 2017. Namun inti dari Pengakhiran Perjanjian itu tidak serta merta gugur begitu saja. Sebab dalam Pengakhiran Perjanjian itu, khususnya tentang Kelembagaan PDAM Bekasi yang diatur dalam PASAL 10 dan 11 serta 12 TIDAK DIHAPUS.
Dalam PKS itu, khususnya di Pasal 12 Ayat (1) tertulis bahwa Personalia Direksi PDAM diangkat dan diberhentikan oleh keputusan bersama kedua belah pihak atas usul Badan Pengawas. Kemudian, dalam Ayat (2) dipertegas lagi, bahwa penetapan Direksi ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan bersama kedua belah pihak” tutur Bob.
Pertanyaannya, jika pihak Pemkab Bekasi berpegang teguh kepada Pengakhiran Perjanjian yang dibuat tahun 2015 dan 2017. Kenapa ketika menetapkan hasil pemilihan dan seleksi Dirut PDAM atas nama Usep Rahman Salim untuk periode 2016 – 2020 dilakukan tanda tangan bersama oleh kedua Kepala Daerah itu.
“Coba lihat dan perhatikan. Surat Keputusan Bupati Bekasi Nomor 500/Kep.269-Amdek/2016 dan Walikota Bekasi Nomor 690/Kepber.04-EkbangTP/VIII/2016. Tanggal 18 Agustus 2016. Disitu terlihat, stempel dan tangan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi” kata Bob sambil memperlihatkan surat tersebut.
Namun jika hal itu masih dibantah juga oleh Pemkab Bekasi dan bahkan berpedoman kepada Pengakhiran Perjanjian yang dibuat tahun 2015 dan 2017. Menurut Bob, apa artinya Keputusan Bersama antara Bupati Bekasi Nomor 500/Kep.124/Admek/2020 dan Walikota Bekasi Nomor 539/Kepber.01.A-EK/IV/2020. Tanggal 16 April 2020 TENTANG Penyesuaian Harga Tarif Air Bersih PDAM Tirta Bhagasasi.
Dalam Keputusan Bersama itu, jelas terlihat kedua Kepala Daerah tersebut tanda tangan bersama. Artinya tata kelola perusahaan plat merah itu masih dilakukan bersama. “Aneh ya kedua kepala daerah itu. Kalo naikin harga tarif air bersih, tanda tangan bersama. Tapi kalo mengangkat dan menugaskan jabatan Dirut nya, tanda tangan di SK nya sendiri” kelakar Bob. (SS/red)