Tuesday, May 13, 2025
spot_img
HomeJawa BaratPembayaran Ganda Sewa Tanah untuk Enam Sekolah di Kabupaten Kuningan, Kelalaian atau...

Pembayaran Ganda Sewa Tanah untuk Enam Sekolah di Kabupaten Kuningan, Kelalaian atau Kurangnya Koordinasi Antara Instansi?

Kuningan, rajawalinews.online — Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya pembayaran ganda biaya sewa tanah oleh enam sekolah di Kabupaten Kuningan. Total dana yang terpakai mencapai Rp.25.428.000,00, yang seharusnya tidak dikeluarkan oleh pihak sekolah karena biaya sewa tanah tersebut telah dibayarkan lebih dahulu oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

Sekolah-sekolah yang terlibat dalam pembayaran ganda ini antara lain:

SMPN 1 Ciawigebang: Rp. 4.228.000,00
SMPN 1 Lebakwangi: Rp. 3.500.000,00
SMPN 2 Cilimus: Rp. .2.500.000,00
SMPN 1 Cimahi: Rp. 400.000,00
SMPN 2 Cimahi: Rp. 4.800.000,00
SMPN 1 Cipicung: Rp.10.000.000,00

Pada Tahun Anggaran 2023, biaya sewa tanah milik desa untuk sekolah telah dibayarkan oleh DPMD sebesar Rp.1.305.968.000,00. Pembayaran tersebut dilakukan melalui SP2D Nomor 4109/SP2D.LS-BJ/IX/2023 tertanggal 4 September 2023, dengan dasar Keputusan Bupati Kuningan Nomor 143.1/KPTS.657-DPMD/2023 yang mengatur alokasi biaya sewa tanah Kas Desa untuk kepentingan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.

Namun, meskipun biaya sewa tanah sudah dibayarkan oleh DPMD, pihak sekolah dan pemerintah desa justru terlibat dalam pembayaran ganda. Pihak sekolah, yang seharusnya memprioritaskan pengelolaan Dana BOS untuk kebutuhan pendidikan, gagal melakukan verifikasi dan pengecekan terhadap status pembayaran tersebut, dan tetap mengeluarkan dana untuk pembayaran yang sudah diselesaikan. Ini menunjukkan kurangnya pengawasan dan ketelitian dalam pengelolaan anggaran sekolah.

Tidak hanya pihak sekolah, pemerintah desa juga memiliki peran penting dalam mencegah pembayaran ganda ini. Desa yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap alokasi anggaran dan memastikan tidak ada pembayaran ganda, ternyata juga tidak melakukan klarifikasi terkait pembayaran yang telah dilakukan oleh DPMD. Ketiadaan koordinasi dan komunikasi antara desa, sekolah, dan DPMD menunjukkan adanya celah besar dalam pengelolaan anggaran dan pengawasan di tingkat daerah.

Temuan ini membuka tabir ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran di tingkat sekolah dan desa, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penggunaan dana publik. Kegagalan kedua pihak dalam mengawasi aliran dana ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga mencederai integritas sistem pengelolaan anggaran yang seharusnya transparan dan akuntabel. (Redaksi)

- Advertisment -

Most Popular

Kuningan, rajawalinews.online — Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya pembayaran ganda biaya sewa tanah oleh enam sekolah di Kabupaten Kuningan. Total dana yang terpakai mencapai Rp.25.428.000,00, yang seharusnya tidak dikeluarkan oleh pihak sekolah karena biaya sewa tanah tersebut telah dibayarkan lebih dahulu oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

Sekolah-sekolah yang terlibat dalam pembayaran ganda ini antara lain:

SMPN 1 Ciawigebang: Rp. 4.228.000,00
SMPN 1 Lebakwangi: Rp. 3.500.000,00
SMPN 2 Cilimus: Rp. .2.500.000,00
SMPN 1 Cimahi: Rp. 400.000,00
SMPN 2 Cimahi: Rp. 4.800.000,00
SMPN 1 Cipicung: Rp.10.000.000,00

Pada Tahun Anggaran 2023, biaya sewa tanah milik desa untuk sekolah telah dibayarkan oleh DPMD sebesar Rp.1.305.968.000,00. Pembayaran tersebut dilakukan melalui SP2D Nomor 4109/SP2D.LS-BJ/IX/2023 tertanggal 4 September 2023, dengan dasar Keputusan Bupati Kuningan Nomor 143.1/KPTS.657-DPMD/2023 yang mengatur alokasi biaya sewa tanah Kas Desa untuk kepentingan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.

Namun, meskipun biaya sewa tanah sudah dibayarkan oleh DPMD, pihak sekolah dan pemerintah desa justru terlibat dalam pembayaran ganda. Pihak sekolah, yang seharusnya memprioritaskan pengelolaan Dana BOS untuk kebutuhan pendidikan, gagal melakukan verifikasi dan pengecekan terhadap status pembayaran tersebut, dan tetap mengeluarkan dana untuk pembayaran yang sudah diselesaikan. Ini menunjukkan kurangnya pengawasan dan ketelitian dalam pengelolaan anggaran sekolah.

Tidak hanya pihak sekolah, pemerintah desa juga memiliki peran penting dalam mencegah pembayaran ganda ini. Desa yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap alokasi anggaran dan memastikan tidak ada pembayaran ganda, ternyata juga tidak melakukan klarifikasi terkait pembayaran yang telah dilakukan oleh DPMD. Ketiadaan koordinasi dan komunikasi antara desa, sekolah, dan DPMD menunjukkan adanya celah besar dalam pengelolaan anggaran dan pengawasan di tingkat daerah.

Temuan ini membuka tabir ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran di tingkat sekolah dan desa, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penggunaan dana publik. Kegagalan kedua pihak dalam mengawasi aliran dana ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga mencederai integritas sistem pengelolaan anggaran yang seharusnya transparan dan akuntabel. (Redaksi)