L-KPK Akan Laporkan
Kuwu Losari Kidul ke Kejaksaan
CIREBON,- Media Rajawalinews.online
“Laporan kami sama, terkait dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang jabatan,” tegas Ketua L-KPK Marwil Kabupaten Cirebon, Harjasa didampingi Sekretaris, Agus Subekti, Jumat (26 Maret 2021).
Menurut Harjasa, penjualan aset atau barang bekas atas pembongkaran Pasar Losari Kidul diduga kuat uangnya disalahgunakan.
L-KPK juga menilai ada penjelasan yang inkonsisten dari Kuwu Losari Kidul, perihal nilai uang. Semula disebutkan Rp 40 juta, belakang Rp 20 juta dengan dalih diberi diskon 50 persen karena nilai jualnya dianggap rugi.
“Kami juga meragukan apakah ada musyawarah desa (musdes) atau tidak, karena belum didapat berita acara musdes. Surat perjanjian kerja sama pun hanya ditandatangani kuwu dan Absori selaku mitra, tanpa ada saksi dari BPD atau lembaga di desa lainnya,” tandas Harjasa.
Agus menambahkan, pihaknya sudah menyiapkan data-data atau dokumen, temuan di lapangan dan keterangan beberapa warga yang siap dijadikan saksi. Berkas itu segera dilayangkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon.
“Minggu kemarin kami sudah mengirimkan surat laporan ke Inspektorat Kabupaten Cirebon. Kami pun segera mengirim berkas dan melaporkan persoalan ini Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon. Bukti-bukti sudah ada, kuwu juga sudah jelas mengakui telah menerima uang hasil dari penjualan sebesar Rp 40 juta. Dalam surat perjanjian pembongkaran dan penjualan aset desa jelas hanya ditandatangani oleh kuwu dan Absori (Ceceng),” imbuh Agus.
Ia menyatakan, Ghafar Ismail diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang jabatan, yang termuat dalam Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001, “Bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000, dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
“Terkait uang kemudian dimasukan ke rekening desa, itu terserah kuwu. Sangat lucu ketika diawal perjanjian dan penyerahan uang kenapa tidak langsung dimasukan ke rekening desa. Malah, sudah beberapa hari dan heboh diketahui publik baru dimasukan ke rekening desa,” tutup Agus.
(Tim)