PURWAKARTA, Rajawalinews – Proyek peningkatan jalan dari Desa Campakasari sampai ke Desa Cirende, yang melintas di Situ Cigangsa, baru beberapa bulan hancur. Proyek yang sama terjadi di jalan Abdul Kodir sampai jalan Kolam Renang di Pasar Senen Purwakarta. Satu pejabat Pemkab Purwakarta menyatakan para pemborong sudah memperbaiki jalan yang pada rusak itu namun kondisinya tidak layak. Besar dugaan adanya oknum pejabat bangsat yang bekerja dengan mafia proyek.
Media Rajawalinews Group meminta kepada penegak hukum segera bertindak terhadap proyek yang diduga keras hanya sebagai alat untuk memperkaya diri.
Edi Sukandar, Kabid Bina Marga di Dinas PU, Bina Marga dan Pengairan Pemkab Purwakarta, mengatakan bahwa sudah ada perbaikan. “Sekarang kerusakan jalan-jalan itu sudah diperbaiki oleh pihak pemborong, karena memang masih dalam masa pemeliharaan mereka,” jelasnya.
Proyek peningkatan jalan Campakasari – Cirende yang melintasi situ Cigangsa hancur dalam hitungan bulan. Pengamatan media ini di lokasi pada awal Januari 2020 menunjukkan jalan yang baru berumur beberapa bulan sudah berlubang di banyak tempat.
Proyek ini dibangun oleh CV Intan & Co, dengan nilai anggaran Rp 1,39 miliar. Sumber pembiayaan proyek ini dari APBD 2019.
Pengamatan media Rajawalinews Group di lokasi pada (26/4/20), kondisi jalan memang sudah mulus lagi. Meski begitu, di beberapa titik sudah mulai rusak lagi. Bahkan ada di satu titik yang mulai berlubang cukup dalam.
Sementara proyek peningkatan jalan Abdul Kadir sampai jalan Kolam Renang mengalami hal yang sama. Beberapa bulan lalu, jalan yang baru berumur dua bulan sudah mulai hancur.
Di lokasi jalan tampak jalan yang semula hancur itu sudah licin lagi. Kelihatan di sana-sini ada bekas tambalan yang masih membekas.
Proyek ini dibangun oleh CV Arsa Yasa dengan nilai proyek sebesar Rp 1,4 miliar. Sumber pembiayaan jalan ini dari APBD 2019.
Hancurnya proyek-proyek jalan yang umurnya baru hitungan bulan, menurut Ketua KMP Zaenal Abidin membuktikan bahwa mafia proyek bertingkah lagi.
“Kalau jalan umurnya baru dua tiga bulan sudah hancur, bisa dipastikan ada mafia proyek yang bermain. Mereka memotong fee di depan dan terlalu besar. Efeknya, anggaran untuk membangunnya tinggal sisa-sisa,” jelasnya.
Menurut Zaenal, pemborong juga perlu ambil untung. ‘Makanya hitungan saya, pada akhirnya hanya 40% dari nilai proyek yang digunakan untuk membangun. Akibatnya kualitas jelek dan hancur,” jelasnya.
Dua kasus jalan ini, menurut ZA, sudah cukup bisa digunakan sebagai alat bukti tindak pidana korupsinya. “Yang saya dengar, semua proyek dipotong sebesar 14% di depan. Dan siapa yang ingin memenangi tender mesti membayar Rp 250 juta di muka. Ini mafia gila-gilaan,’ jelasnya. (RED/TIM)