HomeJawa BaratLHP BPK Ungkap Kelebihan Pembayaran BPO KDH/WKDH Kuningan Sebesar 550 Juta Rupiah

LHP BPK Ungkap Kelebihan Pembayaran BPO KDH/WKDH Kuningan Sebesar 550 Juta Rupiah

Kuningan, rajawalinews.online– Pemerintah Kabupaten Kuningan kembali menjadi perhatian publik setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran Biaya Penunjang Operasional (BPO) untuk Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada tahun anggaran 2023. Total pembayaran BPO yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan tercatat sebesar Rp.1.150.000.000,00, yang jauh melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, yakni sebesar Rp.600.000.000,00. Dengan demikian, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp.550.000.000,00.

Berdasarkan peraturan tersebut, besaran BPO bagi Kepala Daerah dihitung berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam hal ini, sesuai dengan PAD Kabupaten Kuningan yang tercatat sebesar Rp.350.370.182.403,00, besaran BPO yang dapat dibayarkan maksimal adalah Rp.600.000.000,00, atau 0,15% dari jumlah PAD. Namun, kenyataannya, pembayaran yang terealisasi jauh melampaui angka tersebut, mencapai total Rp.1.150.000.000,00, yang terdiri dari pembayaran BPO untuk Bupati, Wakil Bupati, dan Pejabat (Pj.) Bupati yang menjabat pada Desember 2023.

Temuan ini mengungkapkan adanya ketidaksesuaian dalam pengelolaan anggaran BPO yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan. Dalam laporan BPK, dinyatakan bahwa seharusnya BPO yang dibayarkan tidak melebihi ketentuan yang berlaku, dengan jumlah yang sesuai dengan klasifikasi PAD yang tercatat dalam anggaran. Menurut peraturan, untuk PAD Kabupaten Kuningan yang tercatat sekitar Rp.350 miliar, besaran BPO maksimal yang dapat dibayarkan adalah Rp.600.000.000,00, namun yang terjadi adalah pembayaran mencapai Rp.1.150.000.000,00, yang berarti terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp.550.000.000,00.

Berdasarkan rincian pembayaran, BPO untuk Bupati dan Wakil Bupati selama setahun seharusnya tidak melebihi angka yang ditentukan oleh peraturan. Namun, perhitungan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mematuhi ketentuan tersebut, bahkan melewati batas yang diperbolehkan. BPK juga menekankan bahwa kelebihan pembayaran ini tidak hanya disebabkan oleh kelalaian teknis, tetapi juga adanya kesalahan dalam perencanaan anggaran yang tidak memperhitungkan dengan seksama aturan yang ada.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, besaran BPO ditentukan berdasarkan PAD dengan rentang persentase yang berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah PAD. Berikut adalah rincian aturan persentase dalam peraturan tersebut:

  1. Sampai dengan Rp.5 miliar: paling rendah Rp.125 juta dan paling tinggi 3% dari PAD.
  2. Di atas Rp.5 miliar hingga Rp.10 miliar: paling rendah Rp150 juta dan paling tinggi 2% dari PAD.
  3. Di atas Rp.10 miliar hingga Rp20 miliar: paling rendah Rp.200 juta dan paling tinggi 1,5% dari PAD.
  4. Di atas Rp.20 miliar hingga Rp.50 miliar: paling rendah Rp.300 juta dan paling tinggi 0,8% dari. PAD
  5. Di atas Rp.50 miliar hingga Rp.150 miliar: paling rendah Rp.400 juta dan paling tinggi 0,4% dari PAD.
  6. Di atas Rp.150 miliar: paling rendah Rp600 juta dan paling tinggi 0,15% dari PAD.

Dengan PAD Kabupaten Kuningan yang tercatat sebesar Rp.350.370.182.403,00, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah, BPO yang seharusnya dibayarkan kepada Kepala Daerah maksimal adalah Rp.600.000.000,00. Namun, yang terjadi adalah pembayaran total sebesar Rp.1.150.000.000,00, melebihi ketentuan yang seharusnya hanya Rp.600.000.000,00, menyebabkan kelebihan pembayaran Rp.550.000.000,00.

Temuan ini mencerminkan adanya pengelolaan anggaran yang tidak cermat dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Keputusan yang diambil oleh Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kuningan, yang mengelola pembayaran BPO KDH/WKDH, dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. BPK merekomendasikan agar kelebihan pembayaran ini segera diproses untuk dikembalikan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan menyarankan agar pengelolaan anggaran BPO diperbaiki untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.

Kesalahan pengelolaan anggaran BPO ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa anggaran digunakan dengan tepat sasaran sesuai dengan aturan yang berlaku. (Redaksi)

- Advertisment -

Most Popular

Kuningan, rajawalinews.online– Pemerintah Kabupaten Kuningan kembali menjadi perhatian publik setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran Biaya Penunjang Operasional (BPO) untuk Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada tahun anggaran 2023. Total pembayaran BPO yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan tercatat sebesar Rp.1.150.000.000,00, yang jauh melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, yakni sebesar Rp.600.000.000,00. Dengan demikian, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp.550.000.000,00.

Berdasarkan peraturan tersebut, besaran BPO bagi Kepala Daerah dihitung berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam hal ini, sesuai dengan PAD Kabupaten Kuningan yang tercatat sebesar Rp.350.370.182.403,00, besaran BPO yang dapat dibayarkan maksimal adalah Rp.600.000.000,00, atau 0,15% dari jumlah PAD. Namun, kenyataannya, pembayaran yang terealisasi jauh melampaui angka tersebut, mencapai total Rp.1.150.000.000,00, yang terdiri dari pembayaran BPO untuk Bupati, Wakil Bupati, dan Pejabat (Pj.) Bupati yang menjabat pada Desember 2023.

Temuan ini mengungkapkan adanya ketidaksesuaian dalam pengelolaan anggaran BPO yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan. Dalam laporan BPK, dinyatakan bahwa seharusnya BPO yang dibayarkan tidak melebihi ketentuan yang berlaku, dengan jumlah yang sesuai dengan klasifikasi PAD yang tercatat dalam anggaran. Menurut peraturan, untuk PAD Kabupaten Kuningan yang tercatat sekitar Rp.350 miliar, besaran BPO maksimal yang dapat dibayarkan adalah Rp.600.000.000,00, namun yang terjadi adalah pembayaran mencapai Rp.1.150.000.000,00, yang berarti terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp.550.000.000,00.

Berdasarkan rincian pembayaran, BPO untuk Bupati dan Wakil Bupati selama setahun seharusnya tidak melebihi angka yang ditentukan oleh peraturan. Namun, perhitungan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mematuhi ketentuan tersebut, bahkan melewati batas yang diperbolehkan. BPK juga menekankan bahwa kelebihan pembayaran ini tidak hanya disebabkan oleh kelalaian teknis, tetapi juga adanya kesalahan dalam perencanaan anggaran yang tidak memperhitungkan dengan seksama aturan yang ada.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, besaran BPO ditentukan berdasarkan PAD dengan rentang persentase yang berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah PAD. Berikut adalah rincian aturan persentase dalam peraturan tersebut:

  1. Sampai dengan Rp.5 miliar: paling rendah Rp.125 juta dan paling tinggi 3% dari PAD.
  2. Di atas Rp.5 miliar hingga Rp.10 miliar: paling rendah Rp150 juta dan paling tinggi 2% dari PAD.
  3. Di atas Rp.10 miliar hingga Rp20 miliar: paling rendah Rp.200 juta dan paling tinggi 1,5% dari PAD.
  4. Di atas Rp.20 miliar hingga Rp.50 miliar: paling rendah Rp.300 juta dan paling tinggi 0,8% dari. PAD
  5. Di atas Rp.50 miliar hingga Rp.150 miliar: paling rendah Rp.400 juta dan paling tinggi 0,4% dari PAD.
  6. Di atas Rp.150 miliar: paling rendah Rp600 juta dan paling tinggi 0,15% dari PAD.

Dengan PAD Kabupaten Kuningan yang tercatat sebesar Rp.350.370.182.403,00, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah, BPO yang seharusnya dibayarkan kepada Kepala Daerah maksimal adalah Rp.600.000.000,00. Namun, yang terjadi adalah pembayaran total sebesar Rp.1.150.000.000,00, melebihi ketentuan yang seharusnya hanya Rp.600.000.000,00, menyebabkan kelebihan pembayaran Rp.550.000.000,00.

Temuan ini mencerminkan adanya pengelolaan anggaran yang tidak cermat dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Keputusan yang diambil oleh Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kuningan, yang mengelola pembayaran BPO KDH/WKDH, dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. BPK merekomendasikan agar kelebihan pembayaran ini segera diproses untuk dikembalikan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan menyarankan agar pengelolaan anggaran BPO diperbaiki untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.

Kesalahan pengelolaan anggaran BPO ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa anggaran digunakan dengan tepat sasaran sesuai dengan aturan yang berlaku. (Redaksi)