Rajawalinews.online, JAKARTA – Rencana pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan dan memasifkan polisi siber pada tahun 2021 mendapat sambutan baik dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dalam rapat evaluasi karya jurnalistik akhir tahun 2020.
“Serangan digital memang dilematis akhir-akhir ini, untuk itu kami mengapresiasi keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaktifkan Polisi Siber di tahun 2021,” kata Ketua Dewan Pakar SMSI Pusat Hendry Ch Bangun, Minggu (27/12/2020) dalam rapat evaluasi karya jurnalistik akhir tahun di Hotel Marbella, Anyer, Provinsi Banten.
Wakil Ketua Dewan Pers ini mempersilahkan pemerintah mengaktifkan polisi siber. “Sebagai konstituen Dewan Pers, SMSI tidak khawatir dengan diaktifkannya polisi siber karena semua wartawan yang bekerja di media anggota SMSI sudah mentaati undang-undang dan kode etik jurnalistik. Sasaran polisi siber lebih pada media sosial yang mengumbar kata kebencian dan fitnah. Pers profesional tidak akan menyebarluaskan ujaran kebencian dan fitnah,” ungkapnya.
Dijelaskan Henry bahwa sebagai konstituen Dewan Pers, perusahaan media yang bergabubg dalam keanggotaan SMSI dilindungi undang-undang Pers No 40 Tahun 1999 dan berpedoman pada Peraturan Dewan Pers No: 1/Peraturan-DP/III/2012 dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang disahkan oleh Dewan Pers pada 9 Februari 2011.
Menurut penilaian Hendry Ch Bangun yang juga Direktur Utama Siberindo.co, kualitas karya jurnalistik media anggota SMSI cukup baik, pelanggaran kode etik bisa ditemukan dengan jumlah yang sangat kecil, antara satu-dua saja.
Pelanggaran itu antara lain ada wartawan yang memihak dan kurang berimbang dalam pemberitaan seperti ketika meliput pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu.
“Tidak ada masalah, adapun masalah kontranarasi, silahkan saja. Artinya kontranarasi menyajikan informasi yang benar dan dengan media yang benar juga” kata Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus yang hadir dalam rapat evaluasi itu.
“Evaluasi akhir tahun ini penting, karena dapat dijadikan acuan perbaikan-perbaikan pada tahun 2021,” tutur Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan SMSI Pusat M. Nasir.
Secara khusus rapat evaluasi menyoroti karya jurnalistik produksi media siber anggota SMSI yang berjumlah 1.224 media.
Dari sisi karya jurnalistik, masih ada yang belum standar, jumlahnya sekitar 5-10 persen. Dari sisi isi berita masih ditemukan berlebihan dalam jumlah untuk obyek berita yang sama sehingga terkesan beritanya itu-itu saja.
Begitu pula dalam menyajikan aktualitas berita, masih ditemukan beberapa media yang belum mampu menangkap aktualitas yang sedang diminati pembaca. Kekurangan ini akan menjadi perhatian dalam program pendidikan dan pelatihan tahun 2021.
Terpisah, ketua SMSI perwakilan Bekasi Raya Doni Ardon mengatakan bahwa kemudahan mengakses (membuat) situs website dan portal media online di internet merupakan salah satu persoalan pers. Kemudahan tersebut rentan dimanfaatkan seseorang atau kelompok tertentu untuk menyebarkan berita hoax dengan mengatasnamakan pers.
“Kondisi ini tentunya kurang bisa dikontrol secara maksimal oleh pemerintah,” ungkap Doni Ardon.
Adapun terhadap media yang perlu dibina, SMSI perwakilan Bekasi Raya telah menjalani prigram pendampingan media lokal dalam bentuk penerbitan badan hukum perusahaan pers.
“Program pembinaan dan pendampingan ini berupa minimalisasi biaya pengurusan dan penerbitan badan hukum perusahaan pers, semacam subsidi,” terang Doni Ardon.
Saat ini, kata dia, sebanyak 30 lebih pengelola media online sudah difasilitasi SMSI Bekasi Raya untuk penerbitan perusahaan pers nya.
“Target kita, tahun 2021 semua anggota SMSI sudah terverifikasi secara administrasi maupun faktual, dan terdaftar di Dewan Pers sehingga dalam pelaksanaannya mendapat perlindungan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers,” pungkas Doni Ardon. (***)